PROPOSAL
STUDI
KOMUNITAS FITOPLANKTON SEBAGAI SUMBER DAYA PAKAN PADA KOLAM PERIKANAN NILA CIBARAJA KABUPATEN
SUKABUMI
Oleh
:
Selvi
Handayani
208
700 604
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN
GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011
STUDI
KOMUNITAS FITOPLANKTON SEBAGAI SUMBER DAYA PAKAN PADA KOLAM PERIKANAN NILA
CIBARAJA KABUPATEN SUKABUMI
A.
Latar Belakang
Ikan
nila merupakan jenis ikan konsumsi air
tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna
putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya.
Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim
tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila
tidak dapat hidup baik. Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya
enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Ikan nila merupakan ikan
pemakan segala (omnivora) seperti pemakan plankton, sampai
pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan
sebagai pengendali gulma
air dan peningkatan pertumbuhannya. Ikan nila merupakan ikan yang termasuk
jenis ikan konsumsi dan cukup popular di masayarakat, begitupula usaha budidaya
ikan nila sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat (Menegristek, 2001).
Adapun teknik
budidaya yang dimaksud adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pembudidaya
ikan untuk meningkatkan produktivitas perikanan, diantaranya adalah pengelolaan
ketersediaan sumber daya pakan ikan. Komunitas plankton dalam suatu
perairan berperan dalam keberhasilan suatu budidaya secara tradisional dan semi
intensif, karena hampir semua organisme perairan tergantung pada plankton
sebagai makanannya, baik dalam suatu stadia pada seluruh siklus hidupnya maupun
selama hidupnya (Siregar, 2001).
Dalam hal ini
khususnya di daerah kabupaten Sukabumi, budidaya ikan nila sudah cukup banyak
dikembangkan oleh masyarakat akan tetapi data-data mengenai kondisi umum kolam
perikanan nila di kawasan tersebut relatif masih sedikit. Selain itu mengingat
besarnya faktor yang mempengaruhi kondisi kolam perikanan nila di kawasan
tersebut, maka bukan tidak mungkin kolam perikanan nila Cibaraja, Kabupaten
Sukabumi telah mengalami penurunan kualitas air dan pencemaran seiring
berjalannya waktu dan besarnya tekanan yang harus diterima oleh kolam nila baik
itu dari limbah industri maupun dari limbah rumah tangga sehingga hal tersebut
juga dapat mempengaruhi ketersedian sumber daya pakan ikan pada kolam perikanan
tersebut. Mengingat
kondisi tersebut maka penting untuk diketahui potensi dan peranan fitoplankton
sebagai indikator kesuburan perairan dan sumber daya pakan ikan pada kolam
perikanan nila tersebut oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai komunitas
dan kelimpahan fitoplankton di kolam perikanan nila Cibaraja Kabupaten
Sukabumi.
B.
Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang dapat
diuraikan berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana komunitas
fitoplankton sebagai sumber daya pakan ikan pada kolam perikanan nila di
Cibaraja Kabupaten Sukabumi.
2.
Bagaimana hubungan antara
tingkat pencemaran yang terjadi dengan kelimpahan fitoplankton sebagai sumber
daya pakan ikan di kolam perikanan nila Cibaraja Kabupaten Sukabumi.
C.
Tujuan penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui komunitas
fitoplankton sebagai sumber daya pakan alami pada kolam perikanan nila Cibaraja
Kabupaten Sukabumi.
2. Mengetahui hubungan antara tingkat pencemaran yang terjadi
dengan kelimpahan fitoplankton sebagai sumber daya pakan di kolam perikanan
nila Cibaraja-Kabupaten Sukabumi.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan informasi berupa struktur komunitas fitoplankton serta
kondisi kualitas air (Fisika, Kimia dan Biologi) yang memberikan gambaran
hubungan antara tingkat pencemaran dengan sumber daya pakan pada kolam perikanan
nila, sehingga dapat dijadikan masukan bagi pemanfaatan, pengembangan dan
pengolahan kolam perikanan nila agar lebih produktif.
E.
Kerangka Pemikiran
Fitoplankton didefinisikan sebagai organisme tumbuhan
mikroskopik yang hidup melayang, mengapung di dalam air dan memiliki kemampuan
gerak yang terbatas, Fitoplankton
terdiri dari divisi chrysophyta (diatom), chlrorophyta dan cyanophyta. Biasanya
chlorophyta dan cyanophyta mudah ditemukan pada komunitas plankton perairan
tawar sedangkan chrysophyta dapat ditemukan di perairan tawar dan asin.
Komunitas fitoplankton umumnya didominasi oleh jenis fitoplankton yang
berukuran lebih kecil dari 10 μm. Dalam pertumbuhannya setiap jenis
fitoplankton mempunyai respon berbeda terhadap perbandingan nutrien yang
terlarut dalam badan air. Oleh karena itu perbandingan nutrien, khususnya nitrogen, fosfor dan silikat terlarut sangat
menentukan dominasi suatu jenis fitoplankton di perairan (Garno, 2008).
Berdasarkan ukurannya fitoplankton dapat dimasukkan
ke dalam beberapa kelompok yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Kelompok
|
Ukuran
|
||
Charton&Tietjen
(1989)
|
Nybakken
(1988)
|
Kennish (1990)
|
|
Ultraplankton
|
<
5 μm
|
<
2 μm
|
<
5 μm
|
Nanoplankton
|
5-50 µm
|
2-20 µm
|
5 – 70 µm
|
Mikroplankton
|
50-500 µm
|
20 μm – 0.2 mm
|
70 – 100 µm
|
Mesoplankton
|
500 µm
|
-
|
-
|
Makroplankton
|
5000µm - 50.000 µm
|
0.2 – 2 mm
|
70-100
μm
|
Megaplankton
|
>50.000 µm
|
> 2 mm
|
>100 μm
|
Daerah hidup plankton adalah lapisan perairan yang
masih terdapat sinar matahari yang mempunyai panjang gelombang antara 0,4 – 0,8
µ yaitu sinar yang dapat dilihat oleh manusia (Mulyanto, 1992). Distribusi vertikal fitoplankton tersebar pada beberapa
meter di bawah permukaan air dimana banyak radiasi yang diserap oleh air.
Keberadaan fitoplankton di peraiaran seringkali didapatkan dalam keadaan yang
melimpah pada suatu daerah tertentu dan keadaan sebaliknya pada derah lain di
dekatnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
aktivitas angin, kandungan bahan organik, arus, salinitas, dan aktivitas
pemangsaan (Ifdonal, 2007). Dalam pertumbuhan dan perkembangannya fitoplankton
membutuhkan nutrisi. Nutrisi yang dibutuhkan fitoplankton dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar, yaitu makro nutrisi dan mikro nutrisi. Elemen yang
termasuk dalam makro nutrisi terdiri dari : (C, H, O, N, S, P, K, Mg, Ca, Na,
dan Cl) sedangkan mikro nutrisi terdiri dari (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo, Si, V dan
Co). (Basmi, 1995 dalam Ifdonal,
2007).
Setiap
unsur hara mempunyai fungsi khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa
mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, S, penting untuk pembentukan
protein dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam
pembentukan klorofil sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan
dinding sel atau cangkang (Isnansteyo & Kurniastuti, 1995). Disamping itu
Silikat (Si) lebih banyak digunakan oleh fitoplankton dalam pembentukan dinding
sel. Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara terpenting untuk pertumbuhan
fitoplankton. Kadar nitrat dan fosfat yang optimal untuk pertumbuhan
fitoplankton masing – masing adalah sebagai berikut : 3,9 mg/l – 15,5 mg/l dan
0,27 mg/l – 5,51 mg/l. Nitrat dan fosfat merupakan faktor pembatas dibawah
0,144 mg/l dan 0,02 mg/l (Haerlina, 1987 dalam Yazwar, 2008).
Keberadaan
nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang berasal dari industri,
bahan peledak, pirotekni, dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya
rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah
yang diberi pupuk yang mengandung nitrat/nitrogen (Alaert, 1987 dalam Yazwar, 2008). Fosfat merupakan
unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi organisme akuatik. Fosfat
merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisme
yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien), sehingga fosfat berperan
sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme. Peningkatan konsentarsi fosfat
dalam suatu ekosistem perairan akan meningakatkan pertumbuhan alga dan tumbuhan
air lainnya secara cepat. Selain kandungan
unsur hara, kehidupan fitoplankton juga dipengaruhi oleh faktor abiotik
(Fisika-Kimia) yaitu suhu, penetrasi cahaya, arus, kandungan oksigen, pH (Yazwar,
2008).
Suhu merupakan parameter ekosistem
akuatik yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis
gas serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat
dipengaruhi oleh suhu. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air
dengan udara di sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan vegetasi),
dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Barus, 1996 dalam Yazwar, 2008).
Perbedaan
suhu dalam perairan dipengaruhi oleh 4 faktor diantaranya :
1. Variasi jumlah panas yang diserap
2. Pengaruh konduksi panas
3. Pertukaran tempat massa air secara lateral oleh arus
4. Pertukaran arus secara vertikal (Hutapea, 1990 dalam Yazwar, 2008)
Penetrasi
cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya
matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat
penting dalam kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilainya penetrasi
cahaya ini dapat diidentifikasikan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih
berlangsungnya proses fotosintesis. (Yazwar, 2008 )
Arus
terutama berfungsi dalam transportasi energi panas dan substansi seperti gas
maupun mineral yang terdapat dalam air. Arus juga mempengaruhi penyebaran
organisme, Adanya arus pada suatu ekosistem akuatik membawa plankton (khususnya
fitoplankton) yang menumpuk pada suatu tempat tertentu yang dapat menyebabkan
terjadinya blooming pada lokasi
tertentu jika tempat baru kaya akan nutrisi yang menunjang pertumbuhan
fitoplankton dengan faktor abiotik yang mendukung bagi perkembangan hidup
plankton (Basmi, 1992 dalam Yazwar,
2008)
Kandungan
oksigen terlarut merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem
perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme air. Kelarutan organisme dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh
faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 00C yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. (Yazwar,
2008).
Kebutuhan oksigen biologis biasa disebut Biologycal Oxygen Demand (BOD) merupakan
jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobic dalam proses
penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 200C. Pengukuran
BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa
organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis
seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga (Barus, 1996 dalam Yazwar, 2008).
pH
merupakan parameter biotik yang memepengaruhi kehidupan fitoplankton, Nilai pH yang
baik untuk fitoplankton adalah pH normal, yaitu 7 (tujuh) atau mendekati basa,
karena perairan dengan pH tinggi (7-9) merupakan perairan yang produktif dan berperan
mendorong bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat
diasimilasi oleh fitoplankton (Ifdonal, 2007).
Fitoplankton
memiliki peranan penting dalam siklus rantai makanan pada ekosistem perairan,
baik yang berada di darat maupun di laut, peran penting tersebut ditunjang oleh
proses fotosintesis yang terjadi pada fitoplankton untuk melangsungkan proses
metabolisme. Proses fotosintesis pada fitoplankton menghasilkan oksigen. Dalam
proses tersebut terjadi penyerapan dan penguraian karbondioksida, sehingga
keberadaan fitoplankton sangat berperan penting dalam ekosistem (Darusalam,
2008). Fitoplankton
juga memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perairan,fungsi
ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaring makanan
menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan suatu perairan
(Handayani, 2008). Selain itu fitoplankton merupakan salah satu komponen
penting dalam suatu ekosistem karena memiliki kemampuan untuk menyerap langsung
energi matahari melalui proses fotosintesis guna membentuk bahan organik dari
bahan-bahan anorganik yang lazim dikenal sebagai produktivitas primer
(Widyorini, 2009). Fitoplankton selain berfungsi dalam keseimbangan ekosistem
perairan budidaya, juga berfungsi sebagai pakan alami di dalam usaha budidaya
(Marsambuana, 2008). Fitoplankton juga
merupakan produsen atau sumber daya pakan bagi ikan (Sudjadi, 2005).
Jumlah
populasi ikan dalam suatu perairan biasanya ditentukan oleh pakan yang ada.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut, yaitu jumlah dan
kualitas pakan yang tersedia dan mudah didapatnya pakan tersebut (Effendi, 1997
dalam Taofiqurohman dkk, 2007).
Jenis-jenis pakan alami yang dimakan ikan sangat bermacam - macam, bergantung
pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Benih ikan yang baru mencari makan, pakan
utamanya adalah plankton nabati (fitoplankton) namun sejalan dengan bertambah
besarnya ikan berubah pula makanannya (Mudjiman, 1989 dalam Taofiqurohman dkk, 2007).
Komunitas fitoplankton memiliki
peranan yang sangat penting dalam keberhasilan budidaya perikanan, hal tersebut
berkaitan dengan peranannya sebagai sumber daya pakan ikan dan hampir semua
organisme dalam perairan memiliki ketergantungan terhadap fitoplankton, baik
dalam suatu stadia pada seluruh siklus hidupnya maupun selama hidupnya
(Taufiqurohman dkk, 2007). Komunitas fitoplankton dipengaruhi
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh variabel fisik, kimia dan
Biologi. Faktor – faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan fitoplankton
diantaranya tergantung pada suhu di sekitar fitoplankto, kenaikan suhu, lamanya
terkena pemanasan, aklimatisasi dan komposisi jenis (Santoso, 2006). Selain itu musim juga turut mempengaruhi
kelimpahan dan perkembangan fitoplankton (Kiling, 1998).
F.
Hipotesis
Berdasarkan
kerangka pemikiran di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
1.
Komunitas fitoplankton
berpengaruh terhadap sumber daya pakan pada kolam perikanan nila Cibaraja
Kabupaten Sukabumi
2.
Kolam perikanan nila Cibaraja
telah tercemar dan ketersediaan sumber daya pakan mengalami penurunan.
E.
Metodologi
Penelitian
1.
Waktu dan tempat
penelitian :
Penelitian
ini dilaksanakan di Kolam perikanan Nila-Cibaraja Kabupaten Sukabumi dan BBPBAT
(Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar) Sukabumi selama dua bulan.
2.
Alat dan Bahan :
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu,
plankton net dengan ukuran mata jaring 35µ , meteran gulung, secchi disk, botol gelap,
tali rapia, pH indikator, termometer, ember 10 lt, gayung, tabung film,
botol plastik 1,5 lt, kompas prisma, peta topografi dengan skala 1 : 50.000 cm,
kamera digital 1 buah mikroskop binokuler, gelas objek, cover glass, counter,
pipet tetes.
Buku
identifikasi plankton :
a. Diatom Dalam Gambar (Basmi, 1994).
b. A Guide to The Study of Fresh Water Biology (Needham,1962).
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu
:
Formalin, MnSo4, Alakali-Iodida-Azida.
3.
Prosedur percobaan :
Dalam penelitian ini menggunakan dua metode
pengumpulan data, yakni pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
Data primer dikumpulkan melalui analisis data hasil pengamatan laboratorium
serta data hasil pengukuran parameter fisika dan kimia di lapangan. Data
sekunder diperoleh dari beberapa sumber yakni buku-buku yang terkait dengan
penelitian yang dilakukan.
Adapun teknik pengambilan sampel adalah sebagai
berikut : Sampel terdiri dari 9 sampel yang diambil dari 3 kolam perikanan
nila. Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan sebanyak satu kali pada kolam nila
yaitu di bagian air masuk (run in/inlet),
bagian tengah dan bagian air keluar (run
out/outlet). Untuk mengurangi kesalahan hasil analisis karena perbedaan
waktu dan tempat pengambilan sampel, maka pengambilan sampel dilakukan pada waktu,
hari dan tempat yang sama pada kolam nila. Sampel air diambil pada daerah atau
bagaian permukaan dengan kedalaman maksimal 50 cm. Pengambilan dengan
menggunakan ember kemudian disaring ke dalam jaring plankton dengan jumlah air
yang disaring sebanyak 100 liter. Contoh fitoplankton tersaring dimasukkan ke
dalam tabung/botol dan diawetkan dengan
formalin 4%. Identifikasi fitoplankton dilakukan di laboratorium Kesehatan Ikan
di BBPBAT Sukabumi dengan menggunakan mikroskop binokuler pembesaran 400 X.
Untuk mengetahui kondisi kualitas perairan dilakukan dengan menghitung indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominasi dan koefisien saprobik.
(Ifdonal , 2007).
F.
Metode Analisis Data
a.
Kelimpahan
Fitoplankton
Analisis kelimpahan dilakukan berdasarkan metode
sapuan di atas gelas objek Sedgwick Rafte. Air sampel diambil sebanyak 1 ml
atau 10 tetes dan ditempatkan di atas permukaan Sedwick Rafter lalu ditutup
dengan cover glass (1000 mm2). Kemudian diamati menggunakan
mikroskop binokuler pembesaran 10 x 40 mikron dengan 5 garis pandang sehingga
total luasan yang diamati menjadi 200 mm2. Metode perhitungan yang
digunakan untuk analisa kelimpahan adalah metode yang dikemukakan oleh Basmi
(1994) :
Dimana :
N = Kelimpahan fitoplankton (ind/l)
n = Jumlah fitoplankton yang tercacah (ind)
A = Volume air contoh
yang di saring (100 l)
B = Volume contoh air yang tersaring (30 ml)
C = Volume air pada Sedgwick Rafter (0,5 ml)
D = Luas gelas penutup ( 1000 mm2 )
E = Luas total yang teramati (200 mm2)
b.
Indeks
Kenekaragaman
Analisis ini digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis
biota perairan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah persamaan
Shanon-Wiener (Odum, 1971):
H1=-
Dimana
:
H’
= Indeks Kenekaragaman
Pi
= ni/N
Ni
= Jumlah individu jenis ke –i
N = Jumlah total individu
Kisaran nilai indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
( modifikasi Wilm dan Doris dalam Daniel, 2007)
H’<2.306 =
keanekaragaman rendah
2.306
H’>6.9078 =
keanekaragamam tinggi
c.
Indeks Keseragaman
Indeks ini menunjukan pola sebaran biota yaitu
merata atau tidak. Jika nilai indeks kemerataan relatif tinggi maka keberadaan
setiap jenis biota di perairan dalam kondisi merata. Formula indeks keseragaman
adalah sebagai berikut (Odum,1971). :
E =
Dimana
:
E
= Indeks kemerataan
H’maks
= In s ( s adalah jumlah genera )
H’ = Indeks keanekaragaman
Nilai
indeks berkisar antara 0 – 1
E = 0, keseragaman antara spesies rendah artinya
kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.
E =
1, keseragaman antar spesies relatif seragam atau jumlah individu masing-masing
spesies relatif sama.
d. Indeks Dominasi
Menurut
odum (1971) untuk mengetahui adanya pendominasian jenis tertentu di perairan
dapat digunakan indeks dominasi Simpson dengan persamaan berikut :
C=2
Dimana
:
C = Indeks dominasi simpson
Ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
S
= Jumlah genera
Indeks
dominasi berkisar antara 0-1
C =
0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau
struktur komunitas dalam keadaan stabil
C =
1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, atau struktur
komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologis ( Stress)
e. Koefisisen Saprobik
Sistem Saprobitas ini hanya untuk melihat kelompok
organisme yang dominan saja dan banyak digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran dengan persamaan Dresscher dan Van Den Mark (Koeseobiono,1987 dalam
Fachrul dkk, 2005) :
X=
Dimana
:
X = Koefisien saprobik (-3
sampai dengan 3 )
A = Kelompok organisme
Cyanophyta
B = Kelompok organisme
Dinophyta
C = Kelompok organisme Chlorophyta
D = Kelompok organisme
Chrysophyta (kelas Bacillariophyceae)
A,B,C,D
= Jumlah organisme yang berbeda
dalam masing-masing kelompok
Hubungan
antara koefisien saprobik dengan tingkat pencemaran :
Bahan
Pencemar
|
Tingkat
Pencemar
|
Fase
Saprobik
|
Koefisien
Saprobik
|
Bahan
Organik
|
Sangat
berat
|
Polisaprobikpoli/
α-mesosaprobik
|
(-3)
- (-2)
(-2)
– (-1.5)
|
|
Cukup
Berat
|
α-meso/polisaprobik
α-mesosaprobik
|
(-1.5)
– (-1)
(-1)
– (0.5)
|
Bahan
Organik dan Anorganik
|
Sedang
|
α/β-mesosaprobik
β/α
mesosaprobik
|
(0.5)
– (0)
(
0 ) - (0.5)
|
Bahan
Organik dan Anorganik
|
Ringan
|
β-mesosaprobik
βmeso/oligosaprobik
|
(0.5)
– (1.0)
(1.0)
- (1.5)
|
|
Sangat
Ringan
|
oligo/βmesosaprobik
oligosaprobik
|
(1.5)
– (2,0)
(2,0)
– (3.0)
|
Daftar Pustaka
Basmi, 1994. Planktonologi : Teknik Menghitung Plankton Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Daniel.
2007. Struktur Komunitas Fitoplankton di
Estuari Sungai Brantas Jawa Timur.
Skripsi
(tidak dipublikasikan). Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Darusalam,
Ucuk. 2008. Pengukuran Konsentrasi
Fitoplankton dengan Metode Flouresensi.
Jurusan Teknik Fisika, Universitas
Nasional, Jakarta. Jurnal Ilmiah Giga Vol.11 No.32, 2008
Fachrul,
M.F, Haeruman, L.C. Sitepu 2005. Komunitas
Fitoplankton sebagai Bioindikator
Kualitas
Perairan Teluk Jakarta. Seminar Nasional MIFA 2005. Depok.
Garno,
2008. Kualitas Air dan Dinamika Fitoplankton di Perairan Pulau Harapan.
Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jurnal Hidrosfir Indonesia. Vol. 3(2)
87-94.
Handayani, Sri. 2008.
Hubungan Kuantiatif antara Fitoplankton dengan Zooplanktn di
Perairan Waduk Krenceng Cilegon – Banten. Ilmu dan Budaya
Vol. 8 No.13
Ifdonal,
Ern Fitri. 2007. Struktur Komunitas
Fitoplankton Sebagai Indikator Perairan Sungai
Cipelang
Sukabumi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan. Universitas Muhammadiyah. Sukabumi.
Isnansetyo,
A & Kurniastuti dkk, 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton.
Kanisius, Yogyakarta. Kreb, C.J.
1985. Experimental Analisys of Distribution of Abudance. Third Edition. Harper
and Row Publisher. New York
Kiling, Sabri.
1998 A Study in The Seasonal Variation of
Phytoplankton in Hafik Lake (Sivas,
Tukey). Cumhuriyet
University, Faculty of Science, Department of Biology, Sivas-Turkey
Marsambuana
Pirzan, Andi. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air
di
Pulau Bauluang, kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau, Maros. Jurnal Biodiversitas Vol.9 No. 3 2008 : 22 – 217
Menegristek, 2001 Budidaya ikan nila ( Oreochromis niloticus ), Kantor
Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Mulyanto.
1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Needham,
P.R. 1962. A Guide to the Study of Fresh Water Biology. Holden Day Inc.
Sanfrancisco. Califonia.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology.
Third E. W.B. Saunders Company.
Philadelphia. 474 hlm.
Santoso Soedibjo,
Bambang. 2006. Struktur Komunitas
Fitoplankton dan Hubungannya
dengan Beberapa Parameter
Lingkungan di Peraiaran Jakarta Bidang Dinamika Laut,
Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jurnal Oseanologi dan Lirnnologi
Indonesia 2006 No. 40 : 65 – 78
Siregar Djarijah, Abas. 2001. Budidaya
Ikan Patin, Cetakan 3. Yogyakarta : Kanisius.
Sudjadi, 2005.
Pengaturan Cahaya Lampu sebagai Fotosintesis Phytoplankton Buatan
dengan Mengunakan Mikrokontroler At89s52. Jurusan Teknik Elektro, F.T.,
Universitas Diponegoro, Jurnal Transmisi,Vol. 9, No. 1, Juni 2005 : 11 – 14.
Taofiqurohman,
Ankiq dkk. 2007. Studi Kebiasaan Makanan
Ikan (Food Habit) Ikan Nilem
(Osteochilus hasselti) di Tarogong
Kabupaten Garut. Lembaga
Penelitian, Universitas Padjajaran
Widyorini,
Niniek. 2009. Pola Struktur Komunitas Fitoplankton Berdasarkan Kandungan
Pigmennya Di Pantai Jepara. Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro, Semarang. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 4 No. 2, 2009 : 69 – 75
Yazwar,
2008. Keanekaragaman dan Keterkaitannya
dengan Kualitas Air di Parapat Danau
Toba.
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatra Utara, Medan. 2008
info yang sangat bermanfaat
BalasHapusbutuh terpal untuk kolam? langsung email ke my_indoplastik@yahoo.com atau kunjung http://www.indoplastik.com