PROPOSAL
Struktur
Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Perairan di Sungai Cibaraja Sukabumi
Oleh :
Yudi Suryadi
208 700 618
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012
Struktur
Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Perairan Sungai Cibaraja Sukabumi
A. Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan oleh semua makhluk
hidup. Oleh karena itu, sumberdaya air
harus dilindungi agar dapat tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta
makhluk hidup lain. Air sebagai media bagi kehidupan organisme air, bersama
dengan substansi lain (biotik dan abiotik) akan membentuk suatu ekosistem
perairan. Salah satu diantaranya adalah ekosistem perairan mengalir.
Sungai merupakan perairan umum dengan pergerakan air satu arah yang
terus menerus. Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya (Wijaya, 2009).
Meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan telah
meningkatkan kebutuhan sumberdaya air.
Di lain pihak, ketersediaan sumberdaya air semakin terbatas, bahkan di
beberapa tempat dikategorikan dalam kondisi kritis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan pertanian yang mengabaikan
kelestarian lingkungan, dan perubahan fungsi daerah tangkapan air.
Aliran
sungai Cibaraja mempunyai fungsi sebagai sumber pengairan utama bagi perkolaman
budidaya ikan di Cibaraja-Kabupaten Sukabumi. Oleh karena itu Sungai Cibaraja
sangat erat kaitannya dengan kondisi perairan di perkolaman budidaya ikan di
Cibaraja-Kabupaten Sukabumi. Namun faktor-faktor yang telah diuraikan di atas menyebabkan
menurunnya kualitas air di sungai Cibaraja.
Kualitas air memegang peranan penting sebagai media tempat hidup
ikan peliharaan. Perubahan terhadap kualitas perairan erat kaitannya dengan
potensi perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton.
Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai
perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator
untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan. Fitoplankton
juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di dalam perairan karena peranan
fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari. Dengan
demikian keberadaan fitoplankton dapat dijadikan indikator kualitas perairan
yakni gambaran tentang banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup di
suatu perairan dan jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi, adanya jenis
fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang blooming,
dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya (Melati dkk,
2005).
B. Rumusan Masalah
Beberapa
rumusan masalah yang dapat diuraikan berdasarkan latar belakang diatas adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur komunitas fitoplankton di sungai Cibaraja Kabupaten
Sukabumi
2.
Bagaimana pengaruh tingkat
pencemaran yang terjadi terhadap kelimpahan fitoplankton di sungai Cibaraja
Kabupaten Sukabumi
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui struktur komunitas fitoplankton di sungai Cibaraja
Kabupaten Sukabumi
2.
Mengetahui pengaruh tingkat
pencemaran terhadap kelimpahan fitoplankton di sungai Cibaraja Kabupaten
Sukabumi
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian
ini adalah untuk memberikan informasi tentang struktur komunitas fitoplankton
serta kaitannya dengan tingkat pencemaran yang terjadi di sungai Cibaraja
Kabupaten Sukabumi sebagai sumber pengairan utama perkolaman budidaya ikan
warga di Cibaraja-Kabupaten Sukabumi.
E. Kerangka Pemikiran
Istilah
plankton pertama kali diperkenalkan oleh Victor Hensen pada tahun 1887. Dalam
bidang perikanan, plankton dimaksudkan sebagai jasad renik yang melayang dalam
air, tidak bergerak atau bergerak sedikit, dan selalu mengikuti arus. Plankton
dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan
zooplankton (plankton hewani) (Mulyanto, 1992).
Odum (1971)
mendefinisikan fitoplankton sebagai tumbuhan terapung kecil yang tersebar di
seluruh kolam dimana cahaya masih dapat tembus. Dalam jumlah yang banyak,
fitoplankton akan menyebabkan air kelihatan berwarna hijau. Davis (1955 dalam
Daniel, 2007) mengklasifikasikan plankton berdasarkan lingkungan atau habitat
asal plankton, yaitu limnoplankton (plankton yang hidup di danau), rheoplankton
(plankton yang hidup di sungai), haliplankton (plankton yang hidup di
laut) dan hypalmyroplankton (plankton yang hidup di air payau).
Dalam
pertumbuhan dan perkembangannya, fitoplankton membutuhkan nutrien. Nutrien yang
dibutuhkan fitoplankton dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu
makro nutrien dan mikro nutrien. Makro nutrien adalah nutrien yang dibutuhkan
dalam jumlah banyak (C, H, 0, N, S, P, K, Mg, Ca, Na, dan CI) dan mikro nutrien
adalah nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Fe, Mn, Cu, Zn, B. Mo, Si,
V dan Co). Unsur N dan P sering dijadikan sebagai faktor pembatas di dalam
suatu perairan karena kedua unsur ini dibutuhkan oleh fitoplankton dalam jumlah
yang besar, namun bila kedua unsur tersebut ketersediannya di habitat
bersangkutan di bawah kebutuhan minimum, akibatnya pertumbuhan fitoplankton
akan terganggu atau populasinya akan menurun (Basmi, 1995 dalam Daniel,
2007). Jumlah dari bentuk total P dan total N di perairan adalah dugaan
potensial untuk kesuburan suatu perairan (Moss, 1998).
Kelimpahan fitoplankton di suatu
perairan juga dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik
fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai
tingkatan sebagai respons terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik
fisik, kimia, maupun biologi (Reynolds dkk.
1984). Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling
berinteraksi antara faktor fisika-kimia perairan seperti intensitas cahaya,
oksigen terlarut, stratifikasi suhu, dan ketersediaan unsur hara nitrogen dan
fosfor, sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan,
mortalitas alami, dan dekomposisi (Goldman dan Horne, 1983).
Perairan sungai merupakan suatu perairan yang di
dalamnya dicirikan dengan adanya aliran air yang cukup kuat, sehingga
digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). (Goldman dan Horne 1983 dalam Habib, 2009). Air
permukaan yang ada seperti sungai banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia
seperti tempat penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah dan keperluan
peternakan, keperluan industri, perumahan, sebagai daerah tangkapan air,
pengendali banjir, ketersediaan air, irigasi, tempat memelihara ikan dan juga
sebagai tempat rekreasi. Sebagai tempat penampungan air maka sungai mempunyai kapasitas
tertentu dan ini dapat berubah karena aktivitas alami maupun antropogenik.
Sebagai contoh pencemaran sungai dapat berasal dari (1) tingginya kandungan
sedimen yang berasal dari erosi, kegiatan pertanian, penambangan, konstruksi, pembukaan
lahan dan aktivitas lainnya; (2) limbah organik dari manusia, hewan dan tanaman
(3) kecepatan pertambahan senyawa kimia yang berasal dari aktivitas industri
yang membuang limbahnya ke perairan. Ketiga hal tersebut merupakan dampak dari
meningkatnya populasi manusia, kemiskinan dan industrialisasi (Diana, 2005).
Pencemaran sungai dapat dilihat dari faktot biologi yaitu dari
keberadaan fitoplankton. Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari
parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Salah satu
ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan
di perairan (Dawes, 1981). Oleh karena itu, kehadirannya di suatu perairan
dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan
subur atau tidak.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka
pemikiran di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
1. Struktur Komunitas fitoplankton di sungai Cibaraja
KabupatenSukabumi dapat teramati.
2. Sungai Cibaraja telah tercemar oleh limbah industri maupun
limbah domestik (rumah tangga) yang berpengaruh terhadap struktur komunitas
fitoplankton.
F.
Metodologi Penelitian
1. Waktu dan tempat penelitian :
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan. Penelitian ini dilaksanakan
di sungai Cibaraja Kabupaten Sukabumi dan BBPBAT (Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar) Sukabumi.
2. Alat dan Bahan :
Alat yang
digunakan pada penelitian ini yaitu, Plankton Net dengan ukuran mata jaring 35
mikron, Meteran gulung, Secchi disk, Botol gelap, Tali rapia, Ph indikator, Termometer, Ember 10
lt, Gayung, Tabung film, Botol plastik 1,5 lt, Kompas prisma, Peta topografi
dengan skala 1 : 50.000 cm, Kamera digital 1 buah Mikroskop binokuler, Gelas
objek, Cover glass, Counter, Pipet tetes.
Buku identifikasi plankton :
a.
Diatom Dalam Gambar
(Basmi,2000).
b.
A Guide to The Study of
Fresh Water Biology (Needham,1962).
Bahan-bahan
yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
Formalin, MnSo4, Alakali-Iodida-Azida.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel air yang diambil untuk analisis parameter fisika (suhu dan
kecerahan dan kekeruhan) dan parameter kimia (pH, alkalinitas, ammonia, nitrit,
DO dan CO2) dimasukkan kedalam botol sampel (1500 ml), sementara
sampel air untuk pengukuran DO dan pH di ukur dengan menggunakan alat ukur
digital. Pengukuran arus, suhu, kecerahan, dilakukan secara in situ.
Pengukuran parameter fisika (kekeruhan) dan parameter kimia (pH,
alkalinitas, Ammonia, Posfat, DO, BOD, COD dan silika) dilakukan di
laboratorium kualitas air BBPBAT Sukabumi. Sedangkan alat dan metode pengukuran
parameter fisika dan kimia disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Metode dan alat
yang digunakan dalam pengukuran parameter fisika dan kimia.
Parameter
|
Unit
|
Alat dan Metode
|
Keterangan
|
A. Fisika
|
|||
Suhu
|
°C
|
Thermometer
(Hg)/Pemuaian (BBAT, 2006)
|
Ek situ
|
Kecerahan
|
Meter
|
Secchi disk/ Visual
|
In situ
|
Turbiditas
|
NTU
|
Nephelometer/Nephelometic
Method (BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
Arus
|
m/s
|
Stop watch/ Visual
|
In situ
|
B. Kimia
|
|||
pH
|
pH meter/ Visual
(Mulyanto, 1992)
|
Laboratorium
|
|
Nitrat (NO3-N)
|
µmol/l
|
Spektofotometer/
Perhitungan Brucine (BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
Nitrit (NO2-N)
|
µmo1/l
|
Spektofotometer/
Perhitungan Sulfanilamide (BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
Ammonia (NH3-N)
|
Gmol/1
|
Spektofotometer/
Perhitungan Phenol (BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
Othofosfat (PO42-
- P)
|
µmo1/1
|
Spektofotometer/
Perhitungan Ascorbic Acid (BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
Silika ( SO2
- S)
|
µmo1/1
|
Spektofotometer/
Perhitungan Silicomolybdic (APHA, 1989 dalam Daniel, 2007)
|
Laboratorium
|
BOD
|
Mg/1
|
Winkler/ Iodometri
(BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
DO
|
Mg/1
|
Botol DO/ Iodometri
(BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
COD
|
Mg/1
|
FAS/ Titrasi (BBAT,
2006)
|
Laboratorium
|
CO2
|
Mg/1
|
Erlenmeyer/ Titrasi
(BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
Alkalinitas
|
Mg/1
|
Erlenmeyer/Titrasi
(BBAT, 2006)
|
Laboratorium
|
Untuk
mengidentifikasi dan menghitung kelimpahan fitoplankton, Contoh air disaring
sebanyak 30 liter dengan menggunakan plankton net ukuran 25 μm. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam botol
volume 110 ml dan diawetkan dengan formalin 4%. Selanjutnya sampel tersebut
diidentifikasi di Laboratorium uji kesehatan ikan di BBPBAT Sukabumi.
Untuk analisis kualitas air dengan variabel kimia dan fisika, 9 sampel
air didapat dari 3 Stasiun dengan kode A1, A2, A3, B1, B2, B3, C1, C2, C3.
Kemudian sampel air dianalisis di Laboratorium uji kualitas air di BBPBAT
Sukabumi.
4. Metode Pengumpulan data
Dalam penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yakni
pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Data primer dikumpulkan
melalui analisis data hasil pengamatan laboratorium serta data hasil pengukuran
parameter fisika dan kimia di lapangan. Data sekunder diperoleh dari beberapa
sumber yakni buku-buku yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.
5.
Analisis Fitoplankton
a. Kelimpahan Fitoplankton
Analisis
kelimpahan dilakukan berdasarkan metode sapuan di atas gelas objek Sedgwick
Rafte. Air sampel diambil sebanyak 1 ml atau 10 tetes dan ditempatkan di atas
permukaan Sedwick Rafter lalu ditutup dengan cover glass (1000 mm2).
Kemudian diamati menggunakan mikroskop binokuler pembesaran 10 x 40 mikron
dengan 5 garis pandang sehingga total luasan yang diamati menjadi 200 mm2.
Metode perhitungan yang digunakan untuk analisa kelimpahan adalah metode
yang dikemukakan oleh Basmi (1994) :
N = (xxx n )
Dimana
:
N = Kelimpahan fitoplankton (ind/l)
n
= Jumlah fitoplankton yang
tercacah (ind)
A =
Volume air contoh yang di saring (100 l)
B
= Volume contoh air yang tersaring
(30 ml)
C
= Volume air pada Sedgwick Rafter
(0,5 ml)
D = Luas gelas penutup ( 1000 mm2 )
E = Luas total yang teramati (200 mm2)
b. Indeks Kenekaragaman
Analisis
ini digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan. Persamaan
yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah persamaan Shanon-Wiener
(Odum,1971).
H’=-
Dimana :
H’ = Indeks Kenekaragaman
Pi = ni/N
Ni = Jumlah individu jenis ke –i
N = Jumlah total individu
Kisaran
nilai indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Wilm dan
Doris dalam Daniel, 2007)
H’<2.306 = keanekaragaman rendah
2.306<H’<6.9078 = keanekaragaman sedang
H’>6.9078 = keanekaragamam tinggi
c. Indeks Keseragaman
Indeks ini
menunjukan pola sebaran biota yaitu merata atau tidak. Jika nilai indeks
kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam
kondisi merata. Formula indeks keseragaman adalah sebagai berikut (Odum,1971).
:
E =
Dimana :
E = Indeks kemerataan
H’maks = In s ( s adalah jumlah genera )
H’ = Indeks keanekaragaman
Nilai indeks berkisar antara 0 –
1
E = 0, keseragaman antara spesies rendah artinya
kekayaan individu yang dimiliki
masing-masing spesies sangat jauh berbeda.
E = 1, keseragaman antar
spesies relative seragam atau jumlah individu masing-masing spesies relatif
sama.
d.
Indeks Dominasi
Menurut odum (1971) untuk
mengetahui adanya pendominasian jenis tertentu di perairan dapat digunakan
indeks dominasi Simpson dengan persamaan berikut :
C=2
Dimana :
C =
Indeks dominasi simpson
Ni = Jumlah individu jenis ke-i
N =
Jumlah total individu
S = Jumlah genera
Indeks dominasi berkisar antara
0-1
C = 0, berarti tidak
terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam
keadaan stabil
C = 1, berarti terdapat
spesies yang mendominasi spesies lainnya, atau struktur komunitas labil, karena
terjadi tekanan ekologis (Stress)
e.
Koefisisen Saprobik
Sistem Saprobitas
ini hanya untuk melihat kleompok organism yang dominan saja dan banyak
digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran dengan persamaan Dresscher dan
Van Den Mark (Koeseobiono,1987 dalam Fachrul,2007) :
X=
Dimana :
X =
Koefisien saprobik (-3 sampai dengan 3 )
A =
Kelompok organisme Cyanophyta
B =
Kelompok organisme Dinophyta
C =
Kelompok organisme Chlorophyta
D =
Kelompok organism Chrysophyta (kelas Bacillariophyceae)
A,B,C,D = Jumlah organisme yang berbeda dalam masing-masing kelompok
Hubungan antara koefisien saprobik dengan tingkat pencemaran disajikan
dalam Tabel 2
Tabel
2. Hubungan Antara Koefisien Saprobik (X) dengan Tingkat Pencemaran
Bahan
Pencemar
|
Tingkat
Pencemar
|
Fase
Saprobik
|
Koefisien
Saprobik
|
Bahan
Organik
|
Sangat berat
|
Polisaprobikpoli/
α-mesosaprobik
|
(-3) - (-2)
(-2) –
(-1.5)
|
Cukup Berat
|
α-meso/polisaprobik
α-mesosaprobik
|
(-1.5) –
(-1)
(-1) – (0.5)
|
|
Bahan
Organik dan Anorganik
|
Sedang
|
α/β-mesosaprobik
β/α
mesosaprobik
|
(0.5) – (0)
( 0 ) -
(0.5)
|
Bahan
Organik dan Anorganik
|
Ringan
|
β-mesosaprobik
β-meso/
oligosaprobik
|
(0.5) –
(1.0)
(1.0) -
(1.5)
|
Sangat
Ringan
|
oligo/β-mesosaprobik
oligosaprobik
|
(1.5) –
(2,0)
(2,0) –
(3.0)
|
Daftar pustaka
Basmi, J. 1994. Planktonologi:
Teknik Menghitung Plankton (tidak dipublikasikan) Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
____, J. 2000. Diatom Dalam
Gambar. IPB. Bogor.
Balai Budidaya Air Tawar. 2006. Prosedur
Analisa Kualitas Air. Laboratorium Kualitas Air. BBAT. Sukabumi.
Daniel. 2007. Struktur Komunitas
Fitoplankton di Estuari Sungai Brantas Jawa Timur. Skripsi (tidak dipublikasikan).
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Effendi, H. 2003. Telaah
Kualitas Air Bagi Pengeloaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Fachrul, M .F ., 2007. Metode
Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Goldman, C.R. dan A. J. Horne. 1983. Lymnology. Mc. Graw Hill International Book Company. Tokyo.
Melati, Herman, Listari. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai
Bio-Indikator Perairan di Teluk Jakarta. Seminar Nasional MIPA 2005. Depok
Moss. B. 1998. Ecology of
Freshwater : Man and Medium, Past to Future. 3rd ed. Blackwell Science.
Oxford.
Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup
Untuk Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Needham, P.R. 1962. A Guide to the
Study of Fresh Water Biology. Holden Day Inc. Sanfrancisco. Califonia.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi
Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan: Koesoebiono, D. G. Bengen, M,
Eidman. Marine Biology, An Ecology Approach. PT. Gramedia. Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third E. W.B. Saunders
Company. Philadelphia. 474 hlm.
Reynolds et al. 1984. The Ecology of Freshwater Phytoplankton.
University Pierre et Marie Curie. Paris.
Wetzel, R.G. 2001. Limnology.
4th. W. B. Saunders. Co. Philadelphia. Pensylvania.
Wijaya, H. K. Komunitas
Perifiton dan Fitoplankton Serta Parameter Fisika-Kimia Perairan Sebagai
Penentu Kualitas Air Di Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat. 2009. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Silahkan mengisi komentar :)
BalasHapusmengenai sejarah ada gak ya judul skripsi di perikanan?? bagi info dong :) thank you :)
BalasHapusThanks bro sudah memberikan contohnya. Izin bookmark broo...
BalasHapusMajukan Peternakan Indonesia Bersama ilmuhewan.com