***
Apabila kita menguji lebih jauh pendapat perempuan-perempuan Barat, bahwa mereka bebas menentukan etika berbusana bagi diri mereka, bebas menentukan mana yang dianggap menarik dan mana yang tidak, maka kita akan melihat bahwa kenyataan yang ada sama sekali bertolak belakang dengan pendapat itu. Industri busana dunia ditaksir mempunyai aset 1.500 miliar dollar AS (lebih besar dari industri persenjataan dunia), serta telah menetapkan standar berpakaian yang pantas untuk dipakai bagi wanita dan yang tidak pantas dipakai.
Harapan-harapan yang dibangun oleh industri busana itu telah menentukan bagaimana bentuk penampilan yang menarik dan bagaimana pula penampilan yang ketinggalan zaman dan buruk bagi wanita. Pada akhirnya hal ini membuat kaum perempuan merasa tertekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan-harapan tersebut, agar mereka dapat diterima di masyarakat dan tidak dianggap aneh oleh teman-temannya, kolega-koleganya, serta oleh masyarakatnya.
Lebih dari itu, kita perlu mencermati siapa sesungguhnya yang menentukan standar-standar mengenai bagaimana seharusnya seorang perempuan menampilkan diri kepada masyarakat. Kita akan melihat, bahwa mayoritas perancang busana terkemuka di dunia –baik pada masa lalu maupun masa kini– adalah kaum lelaki. Melalui rancangan busananya, orang-orang tersebut telah menyebarkan pandangan mereka tentang kecantikan dan bagaimana seharusnya perempuan berpakaian. Gianni Versace, Alexander McQueen yang merancang busana untuk rumah mode Gucci, Dolce & Gabbana, John Galliano yang merancang untuk Christian Dior, dan Karl Lagerfeld yang bekerjasama dengan rumah mode Chanel adalah segelintir di antara perancang busana laki-laki terkemuka di dunia.
Mereka –yang merupakan pengemban konsep kebebasan yang berakar dari akidah sekulerisme– menganggap dirinya bebas memandang seorang perempuan sesuai keinginannya, dan kemudian menentukan busana yang indah, yang dapat menyingkap keindahan bentuk tubuh perempuan. Semakin banyak keindahan tubuh perempuan yang tersingkap, semakin indah busana itu. Demikianlah, telah kelihatan jelas bahwa dalam perkara berbusana, ternyata ada harapan-harapan di tengah masyarakat yang mesti dipenuhi oleh perempuan-perempuan Barat. Lebih jauh lagi, ternyata harapan-harapan itu sebagian besar dibangun oleh kaum laki-laki, yang menganggap bahwa merekalah pihak yang paling berhak melihat keindahan tubuh dan kecantikan perempuan di tengah-tengah masyarakat.
Dengan demikian, upaya mempercantik tubuh dan wajah bagi perempuan Barat sebenarnya bukan merupakan suatu pilihan; dan konsep bahwa perempuan bebas memilih citra dirinya sesungguhnya hanya merupakan mitos belaka. Upaya mempercantik diri tidak akan dapat membangun kepercayaan dan penghargaan terhadap diri sendiri, tetapi justru mengakibatkan munculnya perasaan tidak aman dan terobsesi dengan penampilannya.