Wahai bidadari, menikah
bukanlah hal yang main-main. Dalam pernikahan terdapat sebuah ikatan yang kuat “mitsaqon
gholidlo”. Ikatan itu mengikat antara kita dan Allah swt, dan Allah sangat benci
jika ikatan itu sampai putus. Maka sebesar apapun rintangan yang akan kita
hadapi nanti, kita harus bersama-sama menjaga ikatan itu agar tidak putus.
***
Wahai
bidadari, pada catatan kali ini (catatan ke 6 YS To SZH) saya teringat
perkataanmu yang luar biasa yang saya jadikan pokok bahasan kali ini. Ingatkah
kamu saat kamu berbicara “saat aku menerima
khitbahnya akang (B.Indo= Kakak), maka komitmen yang ada bukan hanya komitmen
antara aku dan akang, tapi juga komitmen antara kita dan Allah”. Tahukah
kamu, itu adalah kalimat yang sangat luar biasa. Tentunya kalimat itu tidak
pernah saya lupa dan saya telah men“save” kalimat itu di hard disk di fikiran
saya, hehe ..
Subhanallah, rasanya saya tidak salah mencari
pasangan saat saya mendengar kamu berbicara seperti itu dan saya sangat
bersyukur mendapat pasangan seperti kamu. Rasa syukur ini harus saya buktikan
dalam sikap saya secara nyata, do’akan saya agar saya bisa membahagiakanmu
selalu, tidak pernah menyakiti hatimu, mampu membimbingmu dengan baik, menjadi
ayah yang hebat, dan mampu memberikan kecukupan (materi dan kasih sayang) untuk
kehidupan keluarga kita dalam keharmonisan dan lindungan Allah swt. aamiin
Wahai
bidaadari, kalimatmu itu senada dengan kalimat Allah swt yang menyebutkan bahwa
dalam pernikahan itu terdapat ikatan yang sangat kuat “mitsaqon gholidlo”. Ikatan itu mengikat antara kita dan Allah swt,
dan Allah swt sangat benci jika ikatan itu sampai putus. Bukankah satu-satunya
hal yang halal namun dibenci Allah swt adalah putusnya ikatan yang kuat itu
(bercerai)?
Tentunya
kita tidak menginginkan hal itu terjadi. Oleh karena itu, kita harus sekuat
tenaga dengan penuh do’a untuk menjaga ikatan itu tetap kuat agar Allah swt
tidak membenci kita. Komitmen antara kita dan Allah itu harus kita pertahankan
bersama-sama, bagaimanapun caranya.
Wahai
bidadari, saat kita berkomitmen untuk menikah dengan niat karena Allah ta’ala,
dengan komitmen yang telah kita buat bersama, dengan menjadikan Qur’an dan
Sunnah sebagai asas di keluarga kita kelak, dengan rasa ingin saling
membahagiakan dan membentuk keluarga harmonis, dengan kemampuan untuk mencintai
dan menyayangi, semoga Allah swt meridlo’I nya dan ikut menjaga agar ikatan yang
kuat itu tidak sampai putus.
Bayangkan
juga orang-orang yang nantinya hadir dan ikut mendo’akan dalam acara akad nikah
kita, insya allah akan banyak orang yang datang dan lebih banyak lagi orang
yang mendo’akan kita. Jika sampai ikatan kita sampai putus, maka kita harus
meminta maaf kepada semua orang itu karena kita tidak bisa mengabulkan harapan
mereka. Mereka yang memberikan do’a restu, yang nanti datang dan mendo’akan
kita, tentunya juga mereka ingin kita menjadi keluarga yang harmonis dan
langgeng, iya kan?
Wahai
bidadari yang baik hati, semoga kita selalu ingat dan harus selalu ingat tentang
hal ini, kita mempunyai komitmen kepada Allah swt saat kita menikah dan kita
harus menjaga harapan orang-orang yang memberikan do’a restunya untuk
keharmonisan dan kelanggengan ikatan pernikahan kita kelak.
Jika terjadi
konflik diantara kita nanti, saya harap kita ingat tentang hal ini hingga kita
bisa menekan ego kita masing-masing dan berdiskusi dengan kepala dingin dan
objektif, dan mengembalikan semuanya kepada Allah dengan mencari solusinya dari
Qur’an dan Sunnah terlebh dahulu. Saya setuju denganmu jika terjadi konflik
maka kita akan menyelesaikannya dihari yang sama, jangan sampai saat kita tidur
ada perasaan jengkel yang kita pendam.
Wahai
bidadari yang bijak, terima kasih karena telah menerimaku menjadi teman hidupmu,
dan terima kasih atas kalimatmu yang luar biasa itu. Semoga kita tetap bisa
saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran, dalam keluarga yang harmonis
yang diridho’I oleh Allah swt J
YS To SZH 6